Merupakan gedung monumental yang pembangunannya dimulai pada 7 Maret 1809 atas prakarsa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels, untuk memindahkan istana Batavia yang mulai kumuh di muara Sungai Ciliwung ke wilayah pusat ibu kota baru Weltevreden.
Bangunan ini semula dirancang sebagai pendamping istana Gubernur Jenderal di kota Bogor (Buitenzorg Paleis) oleh seorang arsitek Ir. Letkol JC. Schultze. Pada tahun 1828 bangunan ini diresmikan oleh Komisaris Jenderal L.P.J Du Bus de Ghisignies, namun karena keterbatasan biaya bangunan tidak dipergunakan sebagai istana tetapi sebagai kantor besar urusan keuangan Negara dan instansi pemerintah penting lainnya.
Sejak tahun 1828 sampai 1942 dan berlanjut di jaman kekuasaan Jepang di Indonesia antara tahun 1942-1945 serta jaman NICA tahun 1945-1949, akhirnya gedung tersebut diserahkan kepada Negara Republik Indonesia di tahun 1950, dan dilanjutkan pemanfaatannya sebagai kantor Kementerian Keuangan RI dengan Menteri Keuangan pertamanya yaitu A.A. Maramis.
Keterkaitan gedung tersebut dengan berbagai tokoh dan persitiwa dalam kurun waktu 200 tahun, baik secara fisik maupun semantik, menjadikan bangunan tersebut penting dari segi sejarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan nasional. Oleh karena itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka Gedung A.A. Maramis dimasukkan kedalam Cagar Budaya yang wajib dilindungi, dipelihara, dan dimanfaatkan. Hal ini juga sejalan dengan rekomendasi UNESCO mengenai bangunan dan lingkungan cadar budaya secara mendasar yaitu “Saving the Past for the Future and Give a Future to the Past.”
Bangunan ini semula dirancang sebagai pendamping istana Gubernur Jenderal di kota Bogor (Buitenzorg Paleis) oleh seorang arsitek Ir. Letkol JC. Schultze. Pada tahun 1828 bangunan ini diresmikan oleh Komisaris Jenderal L.P.J Du Bus de Ghisignies, namun karena keterbatasan biaya bangunan tidak dipergunakan sebagai istana tetapi sebagai kantor besar urusan keuangan Negara dan instansi pemerintah penting lainnya.
Sejak tahun 1828 sampai 1942 dan berlanjut di jaman kekuasaan Jepang di Indonesia antara tahun 1942-1945 serta jaman NICA tahun 1945-1949, akhirnya gedung tersebut diserahkan kepada Negara Republik Indonesia di tahun 1950, dan dilanjutkan pemanfaatannya sebagai kantor Kementerian Keuangan RI dengan Menteri Keuangan pertamanya yaitu A.A. Maramis.
Keterkaitan gedung tersebut dengan berbagai tokoh dan persitiwa dalam kurun waktu 200 tahun, baik secara fisik maupun semantik, menjadikan bangunan tersebut penting dari segi sejarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan nasional. Oleh karena itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka Gedung A.A. Maramis dimasukkan kedalam Cagar Budaya yang wajib dilindungi, dipelihara, dan dimanfaatkan. Hal ini juga sejalan dengan rekomendasi UNESCO mengenai bangunan dan lingkungan cadar budaya secara mendasar yaitu “Saving the Past for the Future and Give a Future to the Past.”
Sumber:
- Laporan Jurnalistik Kompas. 2009. Ekspedisi Ciliwung: Mata Air, Air Mata
- The White House of Weltevreden; Pusat Dokumentasi Arsitektur 2005
- Pre-Workshop. 2012. Pra-Lokakarya Pemugaran Gedung Cagar Budaya A.A Maramis I Kementerian Keuangan. Biro Umum Sekretariat Jenderal Kemenkeu : Jakarta
No comments:
Write komentar